Labels

Thursday, February 23, 2012



Radio online Tv online Cctv online Indonesia

Presentasi Portofolio

Tuesday, February 21, 2012

Pasar Modal Power Point

Makalah UMKM Bisnis di Indonesia


BAGIAN I
LATAR BELAKANG

Pembangunan ekonomi kerakyatan usaha menengah mempunyai perananan yang penting dan strategis untuk mewujudkan struktur dunia usaha nasional yang kokoh. Untuk  mewujudkan  struktur  dunia  usaha  nasional  yang  kokoh  maka  usaha menengah perlu ditingkatkan jumlahnya dan diberdayakan menjadi usaha yang tangguh, mandiri dan unggul, sehingga  peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, ekspor dan pembentukan produk domestik bruto semakin meningkat;
UKM memiliki potensi besar, ditunjukkan dengan kemampuannya bertahan dalam menghadapi badai krisis keuangan dan ekonomi yang menimpa Indonesia sejak medio tahun 1997. Hal ini juga membuktikan bahwa UKM merupakan salah satu pelaku ekonomi yang kuat dan ulet. Meskipun demikian UKM tidak terlepas dari dampak gejolak pasar dan keambrukan system perbankan nasional. Diperkirakan di masa depan UKM akan cukup berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan ekonomi yang cepat berubah dan dapat meningkatkan posisi daya saing bukan hanya dalam pasar lokal tetapi juga dalam mendorong aktivitas ekspor yang pada akhirnya akan lebih mendorong pengembangan perekonomian daerah. Pemulihan ekonomi dalam perekonomian daerah akan lebih cepat tercapai apabila peran UKM dapat lebih ditingkatkan dan berbagai kendala internal yang melilit UKM seperti perkreditan dan permodalan dapat dicarikan solusi yang pas dan akurat.
Perkreditan dan permodalan bagi pengembangan UKM sering menjadi kendala, karena UKM sangat terbatas kemampuannya untuk mengakseskan terhadap lembaga perkreditan atau perbankan. Realitas menunjukkan bahwa UKM pada umumnya mengalami masalah dalam memenuhi berbagai persyaratan untuk mendapatkan kredit yang biasanya diukur dengan 5C, yaitu : character, capacity, capital, collateral, dan condition. Dari persyaratan 5C tersebut ada 2C yang sulit dipenuhi yaitu capital dan collaterall. Capital berkaitan dengan persyaratan untuk memenuhi capital adequacy ratio (CAR) bagi para peminjam. Kesulitan ini terutama sering dihadapi oleh para pemodal kecil. Sedangkan collateral berkaitan dengan penyediaan jaminan atau agunan tambahan bagi peminjam. Dalam rangka pemberdayaan koperasi dan UKM, pemerintah telah mengeluarkan kebijaksanaan yang dituangkan ke dalam 17 skim kredit dengan persyaratan lunak. Dengan skim tersebut, maka tahun 1997/1998, telah dialokasikan dana sebesar Rp. 1,0 trilyun. Kemudian pada tahun 1998/1999 alokasi dana untuk koperasi dan UKM meningkat empat belas kali dari tahun sebelumnya dengan nilai Rp. 14,4 trilyun. Dalam pelaksanaannya, ternyata belum dapat berjalan secara optimal. Fenomena ini diduga terjadi karena penyelenggaraan kredit menghadapi banyak kesulitan, baik dalam penyaluran maupun dalam pengembalian pinjamannya.
Selanjutnya data dari Asian Development Bank tahun 2001 menunjukkan bahwa perolehan kredit bagi UKM dari lembaga perkreditan seperti perbankan adalah sebagai berikut :
a). UKM yang pernah memperoleh kredit dari bank hanya sebesar 21%,
b). UKM yang telah mengajukan kredit tetapi belum memperoleh kredit sebesar 14%,
c).UKM yang sangat membutuhkan kredit tetapi belum mengajukan kredit sebesar 33% dan
d). sisanya sebesar 32% belum memerlukan kredit.
Disebabkan besarnya potensi Usaha menengah dalam percaturan global umumnya dan dalam ekonomi Indonesia pada umumnya, maka penting bagi kita untuk memahami lebih jauh tentang masalah ini. Dan selanjutnya mencari solusi tepat untuk semua permasalah itu.








BAGIAN II
TINJAUAN PUSTAKA
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008  tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) :
Usaha  Menengah  adalah  usaha  ekonomi  produktif  yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang  bukan merupakan anak perusahaan atau cabang  perusahaan  yang   dimiliki,  dikuasai,  atau  menjadi bagian baik langsung maupun tidak  langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam  Undang- Undang ini.
Usaha menengah merupakan usaha yang berpenghasilan bersih di atas 500 juta sampai 10 milyar.
Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih.
Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah:
  • Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
  • Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
  • Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;
  • Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;
  • Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
  • Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.
Contoh usaha menengah:
Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata, yaitu:
  • Usaha pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah;
  • Usaha perdagangan (grosir) termasuk expor dan impor;
  • Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garment dan jasa transportasi taxi dan bus antar proponsi;
  • Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam;
  • Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan.
Konsep Usaha Kecil itu sendiri sesungguhnya, dari 48,9 juta usaha kecil di Indonesia, hanya 1 juta  unit lebih yang benar-benar dapat di sebut sebagai pengusaha kecil. Koperasi pun hanya 80 ribu lebih, lebih dari 47,50 juta pengusaha sesungguhnya dikategorikan sebagai usaha mikro. Dengan demikian, bila kita berbicara tentang UMKM perlu di ingat bahwa sebetulnya kebanyakan usaha yang kita bahas itu bersifat sangat kecil.  Sampai saat ini masih terdapat perbedaan mengenai kriteria pengusaha kecil baik yang ada dikalangan perbankan, lembaga terkait, biro statistik (BPS),  maupun menurut kamar dagang dan industri Indonesia (KADIN). Perbedaan kriteria tersebut  adalah Bank Indonesia. Suatu perusahaan atau perorangan yang mempunyai total assets maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati. Untuk Departemen Perindustrian kriteria usaha kecil sama dengan Bank Indonesia. Biro Pusat Statistik (BPS); Usaha rumah tangga mempunyai : 1-5 tenaga kerja, Usaha kecil mempunyai : 6-19 tenaga kerja, Usaha menengah mempunyai : 20-99  tenaga kerja. Kamar Dagang  Industri Indonesia (KADIN); Industri yang mempunyai total assets maksimal Rp.600 juta termasuk rumah dan tanah yang ditempati dengan jumlah tenaga kerja dibawah 250 orang. Departemen Keuangan; Suatu badan usaha atau  perorangan yang mempunyai assets setinggi-tingginya Rp. 300 juta atau yang mempunyai omset penjualannya maksimal Rp. 300 juta per tahun.
Sebagai permbandingan dikemukakan pula beberapa kriteria usaha kecil beberapa Negara berkembang seperti India, Thailand dan Philipina. India,  Industri yang memiliki pabrik dan mesin-mesin beserta perlengkapannya dengan fixed assets maksimal Rupe 2.500.000 atau sekitar Rp. 496,4 juta. Thailand  Industri yang memiliki fixed assets maksimal Bath 2.000.000 atau sekitar Rp. 438,1  juta. Philipina Usaha rumah tangga industri adalah yang nilai fixed assets kurang dari Pesos 100.000 atau sekitar Rp. 16   juta. Small industry adalah yang nilai fixed assetsnya antara Pesos 100.000 s/d 1.000.000 atau sekitar Rp. 160,8 juta.
Usaha berskala  mikro, kecil dan menengah dalam arti yang sempit seringkali dipahami sebagai suatu kegiatan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja dan atau assets yang relatif kecil. Bila hanya komponen ini dijadikan sebagai patokan dalam menentukan besar kecilnya skala usaha maka banyak bias yang terjadi, sebagai contoh sebuah perusahaan yang memperkejakan 50 orang karyawan di Amerika Serikat di kategorikan sebagai perusahaa kecil (relatif terhadap ukuran ekonomi Amerika Serikat). Sementara itu untuk ukuran yang sama, sebuah perusahaan di Bolivia tidak lagi masuk dalam kategori usaha kecil. Dengan demikian, diperlukan komponen atau karakteristik lain dalam melakukan penilaian ukuran usaha, misalnya dengan melihat tingkat informalitas usaha dengan berdasarkan kepada dokumen-dokumen usaha yang dimiliki, tingkat kerumitan teknologi yang digunakan,  padat karya  dan lain sebagainya.
Perbedaan beberapa kriteria tersebut dapat dimengerti karena alasan   kepentingan pembinaan yang spesifik dari masing-masing sektor/kegiatan yang bersangkutan. Namun disadari pula bahwa dalam beberapa hal perbedaan tersebut dapat menimbulkan kesulitan bagi suatu lembaga peneliti terutama dalam pengambilan sample penelitian, sehingga hasilnya dapat menimbulkan persepsi berbeda.
Sehubungan dengan kesulitan yang ditimbulkan di atas, maka sejak tahun 1995 telah diadakan kesepakatan bersama antar instansi BUMN  dan perbankan untuk menciptakan suatu kriteria  usaha kecil, yaitu suatu badan atau perorangan yang mempunyai total  assets  maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati.






BAGIAN III
PEMBAHASAN
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya.
Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Kondisi UKM di Indonesia Saat Ini
Sektor ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar berdasarkan statistik UKM tahun 2004-2005 adalah sector:
(1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan;
(2) Perdagangan, Hotel dan Restoran;
(3) Industri Pengolahan;
(4) Pengangkutan dan Komunikasi; serta
(5) Jasa - Jasa.
Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara berturut-turut adalah sector:
(1) Pertambangan dan Penggalian;
(2) Bangunan;
(3) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; serta
(4) Listrik, Gas dan Air Bersih. Secara kuantitas, UKM memang unggul, hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar usaha di Indonesia (lebih dari 99 %) berbentuk usaha skala kecil dan menengah (UKM). Namun secara jumlah omset dan aset, apabila keseluruhan omset dan aset UKM di Indonesia digabungkan, belum tentu jumlahnya dapat menyaingi satu perusahaan berskala nasional.
Data-data tersebut menunjukkan bahwa UKM berada di sebagian besar sektor usaha yang ada di Indonesia. Apabila mau dicermati lebih jauh, pengembangan sektor swasta, khususnya UKM, perlu untuk dilakukan mengingat sektor ini memiliki potensi untuk menjaga kestabilan perekonomian, peningkatan tenaga kerja, meningkatkan PDB, mengembangkan dunia usaha, dan penambahan APBN dan APBD melalui perpajakan.
Pengembangan Sektor UKM
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang.
Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.
Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional.

Permasalahan yang Dihadapi UKM
Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi:
A. Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Terkait dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkandaya saing produk yang dihasilkannya.
3.      Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
4.      Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri.[17] Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko.[18] Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
5.      Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.
B. Faktor Eksternal
1.      Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi).[19] Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.[20]
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3.      Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.

4.      Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.

5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.

6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
7. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

8. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.

Langkah yang Sudah Ditempuh
Sesungguhnya pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan untuk pemberdayaan UKM, terutama lewat kredit bersubsidi dan bantuan teknis. Kredit program untuk pengembangan UKM bahkan dilakukan sejak 1974. Kredit program pertama UKM, Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), yang menyediakan kredit investasi dan modal kerja permanen, dengan masa pelunasan hingga 10 tahun, dan suku bunga bersubsidi.
Setelah deregulasi perbankan pada 1988, kredit UKM dengan bunga bersubsidi secara berangsur dihentikan, diganti dengan kredit bank komersial. Selain itu, donor internasional juga menyusun kredit program investasi bagi UKM dalam mata uang rupiah. Antara 1990 dan 2000, Bank Indonesia mendanai berbagai kredit program dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPRS/SS), dan Kredit Usaha Kecil dan Mikro yang disalurkan melalui koperasi dan bank perkreditan rakyat. Selain itu, NPWP sebagai prasyarat pengajuan kredit di Perbankan juga telah dihapuskan, dimana hal ini memberikan peluang dan kesempatan yang lebih besar bagi kita untuk mengakses modal dari sisi perbankan.
Selain peran dari Pemerintah, dunia akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga penelitian, juga telah melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan UKM. Salah satu diantaranya adalah program GTZ-RED yang diadakan atas dukungan GOPA/Swisscontact yang telah berjalan sejak tahun 2003. Program ini bergerak langsung ke daerah-daerah dengan menggunakan metode enabling environment dengan fokus pada Business Climate Survey (BCS) dan Regulatory Impact Assessment (RIA) yang dilakukan oleh Technical Assisstance (TA). Tim TA ini dimotori oleh Center for Micro and Small Enterprise Dynamics (CEMSED) Universitas Satya Wacana. Tim ini telah melakukan survey, pelatihan, workshop terhadap UKM di daerah-daerah, menciptakan jaringan dengan seluruh pihak terkait UKM termasuk Pemerintah Daerah, serta membuat daftar Peraturan Daerah yang perlu untuk diperbaiki.

Langkah yang Dapat Ditempuh
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1.      Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2.      Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan BankPerkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3.      Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4.      Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.


5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6.   Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8.   Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9.      Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.

10.  Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi UKM tersebut.

Pemberdayaan usaha kecil menengah lewat inkubator bisnis
Realitas membuktikan bahwa sejak terjadinya krisis ekonomi, sektor usaha kecil dan menegah (UKM) mampu bertahan bahkan menjadi penyelamat perekonomian nasional. UKM yang saat ini jumlahnya diperkirakan 40,19 juta unit usha memberi kontribusi yang sangat signifikan terhadap Produk domestik bruto (PDB). Pada tahun 2001 diperkirakan UKM memberi kontribusi terhadap PDB sebesar 54,74%.
Melihat tangguhnya kiprah UKM dalam perekonomian nasional tersebut membuat lembaga keuangan (perbankan) berlomba menyalurkan kreditnya ke sektor usaha tersebut.
Perbankan nasional, tahun ini siap mengucurkan kredit ke UKM hingga Rp42,3 triliun atau lebih 50% dari total nilai ekspansi kredit perbankan 2003. Sementara Departemen Keuangan berjanji menyalurkan Rp3 triliun sedangkan Asian Development Bank (ADB) pun siap mengucurkan pinjaman US$85 juta pada tahun 2003 dan US$150 juta pada tahun 2004).
Namun demikian, yang perlu dipikirkan apakah alokasi kredit UKM tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik oleh UKM?
Agar fasilitas kredit UKM itu secara optimal bisa menjadi ‘alat’ emberdayaan UKM dan sekaligus dapat menjadi lokomotif pemulihan ekonomi nasional maka bimbingan manajerial pun harus diberikan secara memadai.
Strategi ini perlu dilakukan mengingat masih banyak UKM yang dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak menerapkan prinsip-prinsip manajemen. Apalagi saat ini, dengan berlakunya era Asean Free Trade Area (AFTA), tentunya usaha kecil menengah pun dituntut untuk siap menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat.
Selain itu bimbingan manajerial juga perlu dilakukan sebagai upaya memperkecil risiko kredit macet akibat adanya mismanagement yang dilakukan UKM. Karena itu peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk merintis upaya tersebut.
Dalam hal pemberdayaan UKM, Indonesia bisa belajar ke Cina. Keberhasilan Negeri Tirai bambu itu dalam mengembangkan bisnis UKM tidak terlepas dari keberadaan inkubator bisnis. Inkubator bisnis di Cina terbilang sangat berkembang dan mendapat perhatian besar dari pemerintahnya.
Cina memulai program inkubator bisnisnya pada 1987 dengan hanya membentuk tiga unit inkubator tapi saat ini negara itu memiliki lebih dari 40 inkubator yang tersebar merata hampir ke seluruh pelosok negeri.
Kiprah ikubator tersebut tak pelak juga sukses menyumbang pajak. Pada 1994 saja tercatat US$155 juta mampu dihasilkan oleh para tenant (UKM binaan inkubator), padahal pada tahun tersebut pemerintah Cina hanya berinvestasi US$60 juta.
Memang, omzet tersebut tidak sepenuhnya dirasakan pemerintah tapi pemasukan pajak dari program inkubator ini akan terus dinikmati tiap tahunnya.
Dampak lain yang dapat dinikmati dengan berkembangnya inkubator bisnis di Cina adalah dengan terserapnya sejumlah tenaga kerja ke bidang tersebut. Dari data yang diperoleh, pada 1994 tercatat hampir 900 TK terangkul menjadi karyawan inkubator.
Belum lagi sekitar 10.000 orang mampu terserap dalam perusahaan yang dikelola oleh para tenant binaan inkubator tersebut.
Inkubator internasional Pemerintah Cina mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pengembangan inkubator bisnis yang terbukti memang menguntungkan banyak pihak. Salah satu bentuk komitmen pemerintah tersebut adalah dengan melakukan investasi untuk membangun inkubator bisnis internasional.
Mulai 1998 sampai saat ini tercatat ada delapan inkubator bisnis internasional yang dibangun oleh pemerintah Cina. Inkubator ini merupakan lembaga di mana tenant yang berada di dalamnya berasal dari negara lain di mana biasanya sudah mempunyai produk tertentu yang akan dipasarkan di Cina.
Ciri khusus dari inkubator jenis ini adalah pada perangkat fasilitas yang digunakan, di mana hampir keseluruhan menggunakan teknologi tinggi. Pemerintah Cina mengeluarkan investasi yang besar untuk membangun inkubator bisnisnya. Untuk satu inkubator internasional, luas lahan yang disediakan mencapai hampir 10.000 m2 dengan nilai investasi mencapai US$1 juta-US$3 juta untuk sebuah inkubator internasional. Selain itu dari setiap inkubator -baik skala kecil maupun besar-selalu dikelola oleh profesional yang secara total mengelola inkubator bersangkutan. Hingga
wajar bila tenant teladan (dari inkubator sekelas Pusat Inkubator Agrobisnis dan Agroindustri (PIAA) milik IPB) di Cina mampu meraup omzet sekitar lima miliar rupiah per tahunnya.
Di Indonesia sendiri sebenarnya antara 1995-1998, inkubator bisnis yang dimiliki beberapa perguruan tinggi terbilang mengalami perkembangan yang cukup baik tapi datangnya krisis menyebabkan program ini agak meredup.
Namun demikian, belajar dari keberhasilan Cina, adalah suatu langkah yang tepat bila pemerintah kembali melakukan program pengembangan UKM melalui inkubator bisnis.
Di saat adanya komitmen perbankan nasional untuk memajukan UKM,
mengoptimalkan peran inkubator- inkubator bisnis yang bertebaran di berbagai penjuru tanah air adalah suatu langkah strategis.
Untuk itu pemerintah bisa menjadi ‘jembatan penghubung’ antara pihak perbankan (terutama bank BUMN) dengan inkubator- inkubator bisnis (yang mayoritas dimiliki perguruan tinggi negeri) agar terjalin kerja sama
Dengan begitu nantinya, usaha kecil menengah tidak hanya mendapat bantuan modal melainkan juga bimbingan manajerial.
Strategi Pembangunan
            Sadar atau tidak, dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan oleh daerah yang bersangkutan.
            Masalah daerah memerlukan solusi kedaerahan. Wewenang yang selama ini dipengang pemerintah pusat harus diberikan kepada pemerintah daerah untuk menangani masalah di daerahnya. Dalam kaitan ini, strategi pembangunan daerah haruslah dilakukan dengan proses kolaborasi berbagai unsur terkait dengan masyarakat di daerah. Kebijakan dan strategi yang dikembangakan harus menggunakan sumberdaya lokal yang efisien, termasuk sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya budaya. Lintas pelaku di masyarakat harus bekerja sama untuk meningkatkan nilai sumberdaya setempat.
            Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa peran UMKM strategis untuk menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan UMKM tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMKM, Pemerintah dan entitas masyarakat setempat.
            Adapun unsur lingkungan bisnis kondusif yang perlu menjadi perhatian, meliputi ketersediaan modal, infrastruktur dan fasilitasnya, ketersediaan tenaga terampil, layanan pendidikan dan pelatihan, jaringan pengetahuan, ketersediaan layanan bisnis, lembaga lingkungan pendukung pembangunan daerah, dan kualitas pengelolaan sektor publik.
            Sebagai persyaratan agar strategi pembangunan daerah bekerja dengan baik, maka harus ada evaluasi terhadap kekuatan dan kelemahan masyarakat, identifikasi kesempatan bagi UMKM, pengurangan hambatan bisnis, dan pemberian kesempatan lintas pelaku setempat untuk berpartisipasi dalam proses.
            Dalam pembangunan daerah ini, strategi dan pendekatan yang bisa dilakukan, a.l. investasi dibidang infrastruktur, penyediaan insentif bagi investasi bisnis, mendorong pengembangan investasi baru, pengembangan klaster, pengembangan kemitraan, pengembangan kesempatan kerja, penyediaan layanan pelatihan dan konsultasi, pengembangan lembaga keuangan mikro, penguatan proteksi lingkungan, pengembangan tanggung jawab sosial perusahaan, perlindungan terhadap warisan budaya, dan pendirian lembaga pembangunan daerah.
Pemerintah Daerah
            Untuk mempercepat pembangunan daerah, maka pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan pembangunan harus lelalu mengintegrasikan semua lintas pelaku, termasuk berbagai unsur dalam pemerintah daerah, bisnis, organisasi nirlaba dan penduduk lainnya.
            Lintas pelaku harus bekerjasama untuk membuat kerangka kerja formal dan informal atau lembaga untuk mendorong interaksi dan mengatur hubungan antar lembaga. Fleksibilitas harus menjadi kunci dari kerangka kerja dan lembaga yang harus menyalurkan perhatian dan kepentingan yang relevan dalam proses dan mobilisasi sumber daya masyarakat.
            Percepatan pembangunan pemerintahan daerah mungkin memerlukan pendirian suatu organisasi pengembangan khusus, yang bertanggungjawab dalam pengordinasian seluruh lintas pelaku dan berfungsi sebagai juru bicara rencana aksi atau platform yang ingin dituju.
            Organisasi ini harus membentuk jejaring untuk pembangunan daerah untuk peningkatan efisiensi pengalokasian sumberdaya serta berbagai pengetahuan dan informasi. Operasionalisasi dan pembiayaan organisasi ini harus didukung oleh lintas pelaku daerah.
            Salah satu misi utama dari pemerintah daerah adalah menggambarkan dan mengimplementasikan seluruh strategi pembangunan. Proses ini harus dimulai dengan penetapan tujuan yang jelas dan memahami kondisi daerah setempat.
            Entitas harus juga mempertimbangkan keberlanjutan pada semua tahapan perencanaan dan implementasi untuk menjamin suatu lingkungan yang sehat dan suatu kualitas hidup yang baik. Strategi yang diterapkan haruslah dikembangkan dengan pembagian tenaga kerja antar pelaku sesuai dengan kekuatan dan sumberdaya mereka. Sejalan dengan tren desentralisasi, peran pemerintah daerah menjadi semakin penting dalam pembangunan. Otoritas pemerintah daerah harus menyediakan petunjuk dan bantuan untuk efektifitas dan efisiensi implementasi pengembangan strategi. Simplikasi dan deregulasi prosedur birokrasi harus dilakukan untuk mengurangi biaya bisnis. Pemerintah daerah harus menjembatani antara masyarakat dan otoritas pemerintah yang lebih tinggi.
Promosi Inovasi
            Seorang wirausaha secara umum mampu memanfaatkan kesempatan untuk pengembangan kapasitas ekonomi dan pengalokasian sumber daya secara efektif. Sejalan dengan tren baru dalam pembangunan ekonomi, wirausaha juga harus mampu menghadapi kompetisi dan berinovasi, menghasilkan pertumbuhan ekonomi, pembaharuan teknologi, penciptaan lapangan kerja dan perbaikan kesejahteraan masyarakat setempat.
            Sumber daya lokal harus dimanfaatkan untuk mendorong pengembangan bisnis dengan memfasilitasi pengusaha untuk mengakses informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, modal, dan sumber daya manusia yang dibutuhkan bagi keberhasilan bisnisnya. Lebih penting lagi, otoritas daerah harus mampu melakukan upaya penyederhanaan proses administrasi bagi usaha pemula (new business start-up).
            Sistem inovasi lokal merupakan mekanisme fundamental untuk penguatan kapasitas inovasi ditingkat lokal. Adapun aktor utama dalam sistem ini meliputi pemerintah setempat, industri, lembaga riset dan perguruan tinggi. Untuk penguatan operasi sistem inovasi lokal, pemerintah daerah perlu mengembangkan kolaborasi antara industri dan perguruan tinggi dengan menyediakan insentif untuk pengembangan usaha patungan antara pengusaha daerah dan perguruan tinggi. Pengembangan inkubator akan meningkatkan diseminasi ilmu pengetahuan dalam sistem inovasi.
            Pembentukan klaster akan mampu merangsang penumbuhan bisnis baru dan menarik perusahaan bisnis baru dari luar daerah, sehingga menigkatkan output industri dan menciptakan kesempatan kerja baru. Melalui interaksi dan berbagai sumber daya dalam jejaring, inovasi dan perbaikan teknologi dapat ditingkatkan. Dalam kaitan ini pemerintah daerah perlu menumbuhkan iklim usaha yang kondusif sesuai dengan kondisi lokal untuk pengembangan industri klaster.
Pengembangan SDM.
            Kebijakan tenaga kerja terkait erat dengan strategi pengembangan ekonomi dan kebijakan stabilitas sosial. Dan keberhasilan pada satu sisi suatu kebijakan tergantung pada keberhasilan yang lain. Unsur-unsur interaksi mempengaruhi keberhasilan kebijakan tenaga kerja meliputi seberapa baik kebijakan itu sejalan dengan seluruh strategi pengembangan ekonomi, yang juga harus membangun jejaring dengan layanan organisasi ekonomi dan sosial lain, dan bagaimana kondisi sosial dan ekonomi mempengaruhi fleksibilitas implementasinya.
            UMKM dan bisnis pemula menjadi penghela penciptaan tenaga kerja di tingkat lokal. Penumbuhan UMKM dan bisnis pemula mempunyai andil pending dalam penyusunan kebijakan tenaga kerja diberbagai wilayah. Agar kebijakan UMKM dan bisnis pemula berjalan dengan baik, otoritas pemerintah daerah harus melibatkan mereka dalam setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan.
            Pendirian organisasi pelatihan lokal perlu koordinasi antar pembisnis, tega ahli, dan perguruan tinggi. Masukan dari pebisnis dapat membantu menjamin kandungan pelatihan dapat merefleksikan keterampilan yang sesuai dengan alam kebutuhan pasar tenaga kerja. Otoritas daerah dapat menawarkan insentif untuk mengembangkan pelatihan keterampilan, dan mendorong partisipasi dalam pelatihan.
            Dalam era globalisasi, keterampilan yang dibutuhkan pasar berubah cepat. Tenaga kerja harus fleksibel mampu beradaptasi dengan perubahan. Oleh karena itu sangat penting untuk mempercepat kapasitas pekerja untuk mempelajari keterampilan baru, dan alih keterampilan bagi industri yang lain.
Dukungan Financial
            Pengembangan Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM) biasanya diiringi dengan kebutuhan modal. UMKM yang semakin berkembang, disebabkan karena semakin besarnya pula peluang usaha yang dapat diakses.
            Dalam kondisi tersebut biasanya UMKM tidak dapat mengembangkan usahanya lebih jauh lagi, karena kurangnya dukungan dana. Di sinilah pentingnya lembaga pemberi modal memainkan peranannya, sekaligus melalukan pendampingan.
            Sejumlah mekanisme dapat dilakukan sesuai dengan keragaman kondisi yang dihadapi UMKM berkaitan dengan akses finansial. Untuk pembiayaan usaha mikro biasanya memerlukan pengembangan lembaga keuangan mikro dan ketersediaan kredit yang dapat diakses mereka.
            Lembaga keuangan mikro bisa berbentuk bank atau non bank, termasuk koperasi. Bagi usaha pemula, pengembangan jejaring lokal usaha malaikat (Business Angels) dapat mengatasi sebagian masalah mereka. Lembaga jaminan kredit termasuk di tingkat lokal juga memadai untuk pasar lokal yang lebih kecil.
            Tujuan pengembangan lembaga jaminan kredit untuk menjamin keamanan pembiayaan UMKM, membantu UMKM mengatasi keterbatasan agunan, meningkatkan minat lembaga keuangan memberikan kredit kepada UMKM dan mendukung lembaga lain yang telah  berusaha membantu UMKM, sebab selama ini perbankan tidak kondusif dalam memberikan pinjaman kredit, karena kredit yang mereka kucurkan selalu berdasarkan 5 C, yakni character, capacity, capital, condition of ecconomic, and collateral.
            Akibatnya perbankan selalu menerapkan berbagai persyaratan jaminan keamanan kredit yang disalurkannya. Apalagi mereka juga sering kali tidak membedakan persyaratan kredit antara usaha mikro atau kecil dengan usaha besar. Karena itulah pemerintah mendukung peran serta lembaga keuangan lain seperti lembaga modal ventura sebagai alternatif solusi didalam pemberdayaan UMKM.
            Keunggulan modal ventura, modal ventura adalah pembiayaan yang berbentuk penyertaan modal, pola bagi hasil, dan obligasi konversi kepada UMKM dalam jangka waktu tertentu dengan karakteristik mempunyai tingkat resiko atau modal yang ditanamkan karena bertindak sebagai investor.
            Modal ventura merupakan investasi aktif, yakni jika dipandang perlu melibatkan diri dalam pengelolaan usaha UMKM investasi bersifat sementara dan mengharapkan hasil atas investasi yang ditanamkan.
            Dibandingkan dengan perbankan, lembaga modal ventura memiliki beberapa kelebihan didalam mendukung usaha mikro, kecil dan menengah antara lain:
Pertama, lembaga modal venturamenyediakan modal seperti halnya perbankan, tetapi dengan syarat lebih sederhana dalam aspek formal maupun agunan karena lebih mengedepankan kelayakan usaha.
Kedua, selain modal, pola ventura juga menyediakan pendampingan sesuai kebutuhan UMKM, sehingga dapat berjalan lebih efektif bagi kedua pihak. Pola pendampingan ini menjadi trdemark ventura. Pendampingan ini dapat berbentuk pembinaan atau Pelatihan, konsultasi, manajemen dan perluasan pasar bagi UMKM. Ini yang menyebabkan pola modal ventura berbeda dengan perbankan. Faktor lain yang mendukung lembaga modal ventura menjadi alternatif, adalah akses jaringan di seluruh Indonesia.


Modal Awal Pendanaan
            Sejak tahun 2001, modal ventura telah menjadi mitra kementrian Koperasi dan UMKM untuk menggulirkan dana penguatan permodalan kepada usaha kecil, mengengah dan koperasi melalui program modal awal pendanaan (MAP).
            MAP ini merupakakan dana investasi untuk disalurkan kepada usaha kecil, menengah dan koperasi (UMKMK) melalui lembaga modal ventura untuk memulai atau mengembangkan bisnis UMKMK. Program MAP bertujuan melakukan pengembangan UMKMK terutama yang bernilai tambah tinggi, menstimulasi dan menggalang partisipasi berbagai pihak dalam pengembangan basis permodalan UMKMK, serta merangsang pengembangan permodalan jangka panjang bagi UMKMK melalui penyediaan dana investasi (matching fund), dengan mekanisme pengembalian pokok dana MAP oleh UMKMK dilakukan dengan diangsur atau sekaligus sesuai dengan jadwal investasi UMKMK yaitu maksimal 5 tahun.
Strategi Pemasaran.
            Di banyak daerah, masalah strategi pemasaran menjadi perhatian utama, khususnya untuk produk budaya lokal. Industri budaya lokal yang tradisional mungkin masih menggunakan metode pemasaran kadaluarsa. Ini bisa membuat industri ini mengalami penurunan.
            Tetapi, upaya mengembangkan industri budaya lokal dengan pemasaran inovatif dan modern bisa membantu meraih kembali keuntungan pasar. Kebijakan seperti ini dapat mencegah hilangnya nilai budaya dan sejarah karena dampak globalisasi.
            Produk dari industri budaya lokal merupakan ekspresi budaya dan seni, yang biasanya banyak menarik bagi pembeli asing dan memiliki potensi ekspor tinggi. Walaupun secara umum, sebagian dari industri ini adalah usaha mikro yang kesulitan pemasaran di luar negeri.
            Pengembangan e-commerce merupakan strategi yang dapat membantu memasarkan produknya keluar negeri dengan biaya yang murah. Sebelum itu, memperkecil kesenjangan digital perlu dilakukan dan sekaligus pembangunan infrastruktur internet.
            Untuk mengatasi keterbatasan ukuran dan sumber daya, pembisnis budaya lokal dapat menerapkan strategi pembangunan kerjasama, seperti kerja sama  pemasaran dengan pebisnis di industri budaya lokal dan bisnis lain yang saling menguntungkan. Para pasangan bisnis ini dapat bekerja sama untuk membangun asosiasi atau jejaring untuk mempromosikan produk.
Membangun Kemitraan
            Pembangunan daerah sebagian besar tergantung pada kemitraan antara pemerintah, pelaku bisnis dan lembaga non pemerintah. Kemitraan ini memfasilitasi koordinasi dan kerja sama. Pasangan lokal darisektor swasta dapat membantu mengekspolitasi kesempatan daerah dalam mengembangkan kebijakan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan setempat.
            Kunci utama dari kemitraan ini adalah mekanisme untuk mengatur dan mengkoordinid secara benar sumber daya dan upaya-upaya yang berbeda dari para pelaku yang berbeda.
            Perencanaan dan implementasinya dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan kekuatan masing-masing. Selama dalam proses ini penting untuk diperhatikan, yakni membentuk jejaring kerjasama dan mengembangkan rasa saling percaya.
            Karena keterbatasan institusionalisasi, kemitraan untuk pembangunan daerah kerap kurang berjalan dengan stabil. Oleh karena itu pemerintah daerah harus memimpin di depan dalam membangun mekanisme yang lebih stabil dan formal untuk membantu memberikan kemitraan sebagai basis pelembagaan dan kemampuan merancang dan menerapkan rencana pengembangan.
            Konsep kemitaan untuk pembangunan daerah dekat hubungannya dengan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Sejalan dengan filosofi CSR, perusahaan ingin mendedikasikan dirinya untuk membangun kemitraan lokal, memperkuat kapasitas lokal, perlindungan lingkungan dan berkontribusi dana untuk pembangunan daerah.
            Kesadaran akan pentingnya CSR diantara para pebisnis menjadi prasyarat penting untuk melibatkan para pebisnis dalam kemitraan untuk pengembangan daerah. Membangun kesadaran ini merupakan bidang yang perlu menjadi perhatian pemerintah daerah.



BAGIAN IV
KESIMPULAN
Perkembangan Usaha Menengah di Indonesia belum seperti yang kita harapkan masih banyak kendala yang membuat perkembangannya terhambat. Dari sekian banyak factor, kita dapat mengelompokkannya ke dalam beberapa bagian utama :
1.      Kurangnya permodalan
2.      Iklim usaha yang masih kurang menguntungkan bagi Usaha Menengah
3.      Masih kurangnya kapasitas sumber daya manusia yang berkecimpung dalam usaha menengah
Sehingga solusi bagi semuanya tentu saja dengan:
1.      Memperbaiki sistem permodalan bagi usaha menengah. Baik melalui kredit lunak maupun bantuan pemerintah.
2.      Pemerintah melalui otoritasnya membuat aturan sudah saatnya membuat iklim kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan usaha menengah. Dengan member prioritas utama bagi pengusaha-pengusaha dalam bidang ini.
3.      Lemahnya sumberdaya manusia dapat diatasi dengan pelatihan-pelatihan secara berkesinambungan, baik oleh pihak swasta maupun pemerintah.








DAFTAR PUSTAKA
-          http://www.scribd.com/doc/16176402/ pemberdayaan usaha menengah.pdf